Kamis, 02 Desember 2010

Republik vs Monarki



Pernyataan Presiden SBY bahwa Indonesia tidak mungkin menganut sistem monarki terkait pembahasan RUU Keistimewaan DIY, menunjukkan keinginan pemerintah agar Gubernur DIY dipilih langsung. "Tidak mungkin ada sistem monarki yang bertabrakan baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi," kata Presiden SBY. Dan pernyataan SBY ini menimbulkan banyak kontroversi dan pertentangan masyarakat terutama rakyat DIY Yogyakarta. Pernyataan ini menandakan SBY ingin pemimpin Yogya dipilih oleh rakyat langsung dan bukan ditetapkan seperti yang terjadi selama ini.

Sebenarnya apa maksud SBY dengan mengeluarkan pernyataan tersebut ?
Sementara warga Yogya demo tolak pemilihan Gubernur, mereka menuntut Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur. Ketua Paguyuban Lurah se-DIY Mulyadi meminta SBY untuk mencabut yang menyatakan sistem monarki di Yogyakarta dan sistem itu bertabrakan dengan demokrasi. Sistem itu tidak ada dan tidak benar karena yang dianggap monarki itu ada di lingkungan karton saja.

"Kami menuntut statemen itu dicabut dan mengubah draf RUUK dari pemilihan menjadi penetapan. Tidak ada pemilihan baik langsng maupun lewat DPRD. Sampai kapanpun kami menolak, tidak akan terlibat dan mengakui hasil pemilihan," tegas Mulyadi.

Seperti yang diketahui selama ini, Gubernur DIY bukan dipilih langsung melainkan ditetapkan.
Banyak pihak yang meminta SBY untuk mengklarifikasi pernyataan tersebut.
Dan SBY pun kembali menjelaskan pernyataannya pada tanggal 26 November lalu.
SBY pun membacakan kembali kutipan yang pernah ia katakan saat itu. SBY menegaskan, yang akan dirancang pemerintah dan DPR adalah keistimewaan DIY dalam arti yang utuh dan menyeluruh, yang dalam undang-udang saat ini belum diatur secara eksplisit. SBY juga meminta semua pihak untuk memeriksa, membaca dan mendengarkan kembali pernyataannya saat itu.